Filsafat ilmu
Filsafat
ilmu adalah
merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu[1]. Bidang ini mempelajari dasar-dasar
filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain
ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat
menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan
pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan,
bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui
teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan
penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap
masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Konsep dan pernyataan ilmiah
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa
dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan
bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati
alam dan individual di dalam suatu masyarakat. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/bf/Button_pagename.png
Empirisme
Salah satu
konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme, atau ketergantungan pada bukti.
Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman
yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus
berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan
diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi.
Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan
hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat
digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan
fenomena alam.Falsifiabilitas
Salah satu
cara yang digunakan untuk membedakan antara ilmu dan bukan ilmu adalah konsep
falsifiabilitas. Konsep ini digagas oleh Karl Popper pada tahun 1919-20 dan kemudian
dikembangkan lagi pada tahun 1960-an. Prinsip dasar dari konsep ini
adalah, sebuah pernyataan ilmiah harus memiliki metode yang jelas yang dapat
digunakan untuk membantah atau menguji teori tersebut. Misalkan dengan
mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi jika
pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
Kali ini saya akan coba berbagi materi ilmu
filsafat tentang hubungan antara Ilmu dengan Filsafat. Saat ini
khususnya di lokal kami PAI Extension materi ilmu
filsafat ini belum dipelajari karena masih semester II, namun saya
yakin banyak dari rekan-rekan khususnya yang kuliah sejurusan dengan kami yang
membutuhkan makalah ilmu filsafat ini. Isi dari makalah
ilmu filsafat tentang hubungan ilmu dan filsafat adalah sebagai
berikut :
MUQODIMAH
Sebelum penulis membahas tentang bagaimana hubungan
antara ilmu dengan filsafat agar ada kejelasan kita harus tahu apa itu
yang dinamakan dengan ilmu dan apa yang dinamakan filsafat.
1.Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama.
Arti dasar dari kata ini adalah pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi
bahasa Indonesia sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris.
Kata science itu sendiri memang bukan bahasa Asli Inggris, tetapi merupakan
serapan dari bahasa Latin, Scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga
yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata scientia yang berarti
pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa Latin Scire yang artinya
mengetahui. Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu
disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya
adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa Indonesia, kata
dasarnya adalah “tahu”. Secara umum pengertian dari kata “tahu” ini menandakan
adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu
yang dimiliki oleh seseorang.
Pendapat yang sama diungkapkan M. Quraish Shihab.
Ia berpendapat bahwa ilmu berasal dari bahasa Arab, ilm. Arti dasar dari kata
ini adalah kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari kata
‘ilm seperti kata ‘alm (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘alam (gunung-gunung)
dana ‘alamat mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan demikian dapat diartikan
sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Athur Thomson mendefinisikan ilmu sebagai
pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam
perwujudan istilah yang sangat sederhana. S. Hornby mengartikan ilmu sebagai:
Science is organized knowledge obtained by observation and testing of fact
(ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui
penelitian dan percobaan dari fakta-fakta. Kamus bahasa Indonesia,
menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu pula. Kamu ini juga menerangkan bahwa ilmu dapat
diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat,
lahir dan bathin.
Poincare menyebutkan bahwa ilmu berisi
kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of
convertions in the sence of disguised definitions). Pengertian dan kandungan
ilmu yang dicoba ditawarkan Poincare ini, harus pula diakui memperoleh
penolakan dari berbagai ahli. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa pikiran
Poincare ini merupakan kesalahan besar. Le Ray seolah menjadi antitesis dari
pemikiran Poincare. Le Ray misalnya menyatakan bahwa “Science consist only of
consecrations and it is solely to this circumstance that is owes its apparent
certainly”. Le Ray juga menyatakan bahwa science cannot teach us the truth,
it’s can serve us only as a rule of action (ilmu tidak mengajarkan tentang
kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah kaidah dalam berbuat.7 Dari beberapa
definisi ilmu di atas, maka, kandungan ilmu berisi tentang; hipotesa, teori,
dalil dan hukum.
Penjelasan di atas juga menyiratkan bahwa hakekat
ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan
pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan
berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu
keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling
berkaitan secara logis.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah.
2.Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia
dan philoshophos. Menurut bentuk kata, philosophia diambil dari kata philos dan
shopia atau philos dan sophos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos
berarti kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Dalam pengertian ini seseorang
dapat disebut telah berfilsafat apabila seluruh ucapannya dan perilakunya
mengandung makna dan ciri sebagai orang yang cinta terhadap kebijaksanaan,
terhadap pengetahuan dan terhadap hikmah.
Pada awalnya, kata sofia lebih sering diartikan
sebagai kemahiran dan kecakapan dalam suatu pekerjaan, seperti perdagangan dan
pelayaran. Dalam perkembangan selanjutnya, makna dari kata kemahiran ini lebih
dikhususkan lagi untuk kecakapan di bidang sya’ir dan musik. Makna ini kemudian
berkembang lagi kepada jenis pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia untuk
mengetahui kebenaran murni. Sofia dalam arti yang terakhir ini, kemudian
dirumuskan oleh Pythagoras bahwa hanya Dzat Maha Tinggi (Allah) yang mampu
melakukannya. Oleh karena itu, manusia hanya dapat sampai pada sifat “pencipta
kebijaksanaan”. Pythagoras menyatakan: “cukup seorang menjadi mulia ketika ia
menginginkan hikmah dan berusaha untuk mencapainya.”
Harun Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat
diambil dari bahasa Yunani, filosofia. Struktur katanya berasal dari kata
filosofien yang berarti mencintai kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut
Hadiwijono filsafat mengandung arti sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan.
Artinya, seseorang dapat disebut berfilsafat ketika ia aktif memperoleh
kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih memperoleh
kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih berarti sebagai
“Himbauan kepada kebijaksanaan”.
Harun Nasution beranggapan bahwa kata filsafat
bukan berasal dari struktur kata Philos dan shopia, philos dan shophos atau
filosofen. Tetapi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang struktur
katanya berasal dari kata philien dalam arti cinta dan shofos dalam arti
wisdom. Orang Arab menurut Harun memindahkan kata Philosophia ke dalam bahasa
mereka dengan menyesuaikan tabi’at susunan kata-kata bahasa Arab, yaitu
filsafat dengan pola (wajan) fa’lala, fa’lalah, dan fi’la. Berdasarkan wajan
itu, maka penyebutan kata filsafat dalam bentuk kata benda seharusnya disebut
falsafat atau Filsaf.11
Harun lebih lanjut menyatakan bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak murninya kata filsafat terambil dari bahasa Barat, philosophy. Harun justru membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu Fil diambil dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat, adalah gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi filsafat dapat didefinisikan sebagai:
Harun lebih lanjut menyatakan bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak murninya kata filsafat terambil dari bahasa Barat, philosophy. Harun justru membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu Fil diambil dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat, adalah gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi filsafat dapat didefinisikan sebagai:
1.Pengetahuan tentang hikmah
2.Pengetahuan tentang prinsip atau dasar
3.mencari kebenaran
4.Membahas dasar dari apa yang dibahas
2.Pengetahuan tentang prinsip atau dasar
3.mencari kebenaran
4.Membahas dasar dari apa yang dibahas
Ali Mudhafir berpendapat bahwa kata filsafat
dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab), Phyloshophy
(Inggris), Philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis). Semua kata itu, berasal
dari bahasa Yunani Philosphia. Kata philosophia sendiri terdiri dari dua suku
kata, yaitu Philien, Philos dan shopia. Philien berarti mencintai, philos
berarti teman dan sophos berarti bijaksana, shopia berarti kebijaksanaan.
Dengan demikian, menurut Ali Mudhafir ada dua arti secara etimologi dari kata
filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada
asal kata philien dan shopos, maka ia berarti mencintai hal-hal yang bersifat
bijaksana (ia menjadi sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata
philos dan shopia, maka ia berarti teman kebijaksanaan (filsafat menjadi kata
benda)
3.Hubungan Antara Ilmu dan Filsafat
Berbagai pengertian tentang filsafat dan ilmu
sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka berikutnya akan tergambar pula. Pola
relasi (hubungan) antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat berbentuk
persamaan antara ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di antara keduanya.
Di zaman Plato, bahkan sampai masa al Kindi,
batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada. Seorang
filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang
mengembangkan filsafat pada tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu
dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi
dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung dengan
kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah kajian
filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal
perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu,
tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat
tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan dikembangkan ole manusia. Sebab
manusia hari ini mementingkan ilmu yang sifatnya praktis dibandingkan dengan
filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian?
Ilmu telah menjadi sekelompok pengetahuan yang
terorganisir dan tersusun secara sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih luas,
yakni bagaimana ia mempelajari gejala-gejala sosial lewat observasi dan
eksperimen.13 Keinginan-keinginan melakukan observasi dan eksperimen sendiri,
dapat didorong oleh keinginannya untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat
yang cenderung Spekulatif ke dalam bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian,
ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai keseluruhan lanjutan sistem
pengetahuan manusia yang telah dihasilkan oleh hasil kerja filsafat kemudian
dibukukan secara sistematis dalam bentuk ilmu yang terteoritisasi.14 Kebenaran
ilmu dibatasi hanya pada sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran,
sedangkan filsafat menghendaki pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas,
yang umum dan yang universal (menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam
ilmu.
Lalu jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju.
Lalu jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju.
Ilmu dapat dibedakan dengan filsafat. Ilmu
bersifat pasteriori. Kesimpulannya ditarik setelah melakukan
pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk kasus tertentu, ilmu bahkan
menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman untuk mendapatkan
esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni; kesimpulan-kesimpulannya
ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data emfiris
seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif
yang ini juga dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh
filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan
melalui observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan
demikian, tidak setiap filosof dapat disebut sebagai ilmu, sama seperti tidak
semua ilmuwan disebut filosof. Meski demikian aktifitas berpikir. Tetapi
aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan aktifitas berpikir filosof.
Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka hasil kerja filosofis dapat
dilanjutkan oleh cara kerja berfikir ilmuwan. Hasil kerja filosofis bahkan
dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu. Namun demikian, harus juga diakui
bahwa tujuan akhir dari ilmuwan yang bertugas mencari pengetahuan, sebagaimana
hasil analisa Spencer, dapat dilanjutkan oleh cara kerja berpikir filosofis.
Di samping sejumlah perbedaan tadi, antara ilmu
dan filsafat serta cara kerja ilmuwan dan filosofis, memang mengandung sejumlah
persamaan, yakni sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan,
sedangkan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan. Aktivitas ilmu
digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta. Sedangkan
filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu,
dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.
Berbagai gambaran di atas memperlihatkan bahwa
filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan,
namun di sisi yang lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir
ilmuwan. “Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu
pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu
pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang
lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi
dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga
menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari filsafat
atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk
kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk
mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan,
yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut
sebagai filsafat ilmu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa
antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaannya.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di samping adanya perbedaan antara ilmu dengan
filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran. Ilmu
memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan
aktivitas ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta,
sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta
itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya. Selanjutnya kritik dan saran
kami harapkan dari semua pihak demi perbaikan penulisan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar